Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Terlena dengan Pujian: Bahaya Tersembunyi di Balik Kata-Kata Manis

Dampak pujian menurut syariat


BOLANYAKUY.COM : Pujian
adalah hal yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tahukah Anda bahwa terlalu mudah larut dalam pujian bisa menjadi bumerang bagi jiwa dan keimanan kita? Islam mengajarkan kehati-hatian terhadap pujian, karena ia bisa menjadi pintu masuk ujub, riya', dan bahkan kemunafikan.

Bahaya Pujian dalam Pandangan Islam

Dalam Islam, pujian tidak selalu menjadi pertanda kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang terlalu mudah memberikan pujian, terutama secara langsung di hadapan orang yang dipuji.

Hadis Tentang Pujian yang Berlebihan

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, Nabi Muhammad ﷺ bersabda ketika seseorang memuji orang lain di hadapannya:

“Celaka engkau! Engkau telah menebas leher kawanmu.” (HR. Bukhari no. 6061 dan Muslim no. 3000)

Nabi ﷺ mengulanginya beberapa kali sebagai bentuk ketidaksukaan terhadap pujian berlebihan. Beliau menekankan, jika memang harus memuji, maka hendaknya cukup mengatakan:

“Aku kira dia seperti itu, dan Allah-lah yang Maha Mengetahui. Aku tidak akan memastikan keadaan seseorang di sisi Allah.”

Ungkapan ini menegaskan bahwa hanya Allah Ta’ala yang mengetahui keadaan batin seseorang dan nilai sejati amalnya.

Pujian Dapat Memunculkan Ujub dan Riya’

Salah satu dampak paling berbahaya dari pujian adalah timbulnya ujub—rasa bangga terhadap diri sendiri. Jika hati tidak dijaga, pujian bisa menyebabkan seseorang merasa tinggi, mulia, bahkan lebih baik dari yang lain. Ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan kerendahan hati dan keikhlasan dalam beramal.

Dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ juga pernah bersabda:

"Rasulullah memerintahkan kami untuk melemparkan debu ke wajah orang-orang yang suka memuji." (HR. Muslim no. 3002)

Hal ini menunjukkan bahwa pujian yang tidak pada tempatnya bisa menyesatkan dan membahayakan jiwa orang yang dipuji.

Rasulullah Sendiri Menolak Pujian Berlebihan

Pernah suatu ketika, seseorang menyebut Nabi Muhammad ﷺ sebagai "Sayyid Quraisy", namun beliau menolak:

"As-sayyid (yang mulia) adalah Allah."
Beliau juga mengingatkan, "Jangan biarkan kata-kata kalian dijadikan tunggangan oleh setan." (HR. Ahmad no. 16316)

Jika Rasulullah saja enggan dipuji secara berlebihan, bagaimana dengan kita yang jelas jauh dari kesempurnaan beliau?

Pujian Bisa Menjadi Ciri Kemunafikan

Al-Qur’an juga menggambarkan bahwa orang-orang munafik suka berkata manis untuk menutupi kebohongan dan kepura-puraan mereka:

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, ‘Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu adalah Rasul Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa kamu benar-benar Rasul-Nya. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.”
(QS. Al-Munafiqun: 1)

“Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah.” (QS. Al-Munafiqun: 2)

Ayat ini menjadi peringatan bahwa perkataan manis bisa digunakan untuk tujuan yang keliru, termasuk mencari muka dan manipulasi.

Hanya Allah yang Tahu Hakikat Seseorang

Tak seorang pun yang benar-benar tahu isi hati, niat, dan amal seseorang—selain Allah Ta’ala. Maka, memuji seseorang secara berlebihan seolah-olah mengetahui amal batinnya adalah sikap yang tidak tepat. Firman Allah:

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci.”
(QS. An-Najm: 32)

Penting bagi kita untuk menjaga adab kepada Allah dalam setiap ucapan dan sikap, termasuk saat menyampaikan pujian.

Posting Komentar untuk "Jangan Terlena dengan Pujian: Bahaya Tersembunyi di Balik Kata-Kata Manis"